Daftar Isi :
- Biografi Abu
Bakar Ash_shidiq
- Awal
Kehidupan
- Masa bersama
nabi
- Perang Ridda
- Ekspedisi ke
Utara
- Qur’an
- Kematian
Pembahasan
Biografi
Nama
lengkapnya adalah 'Abd Allah bin 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad
bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu
nasabnya dengan nabi pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai, dan ibu dari abu
Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin
Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar
adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul
Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi
Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq
(artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra
Mi'raj yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia
lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Awal Kehidupan
Abu Bakar ash-Shiddiq
dilahirkan di kota Mekah dari keturunan Bani Taim , sub-suku bangsa Quraisy.
Beberapa sejarawan Islam mencatat ia adalah seorang pedagang, hakim dengan
kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar, serta dipercaya sebagai orang yang
bisa menafsirkan mimpi.
Masa Bersama Nabi
Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia
pindah dan hidup bersama Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu
Bakar. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua
berusia sama, pedagang dan ahli berdagang.
Memeluk Islam
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada
perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar masuk Islam setelah diajak oleh nabi
Abubakar kemudian mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam
lainnya.
Istrinya Qutaylah binti Abdul Uzza tidak menerima Islam
sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Ummu
Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman bin Abu Bakar,
sehingga ia dan 'Abd Rahman berpisah.
Penyiksaan oleh Quraisy
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada
masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah
yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan
terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para
pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat
mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar
membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian
memberinya kemerdekaan.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang
menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan.
Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa
saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan
bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai
indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi
SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi
yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah
kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai
pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun ((632)) M.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber
perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial
dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah
menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya
bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi
pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum
sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum
sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan
pemimpin. Sementara muslim syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil
seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah
meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat
terahir. Banyak hadits yang menjadi rujukan dari kaum Sunni
maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah, serta jumlah
pemimpin Islam yang dua belas.
Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat
masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya
(berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan
Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan
yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Sementara
kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro
forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang
berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup
diri dari kehidupan publik.
Perang Ridda
Segera setelah suksesi Abu Bakar,
beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara
Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang
ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam
secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni
penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen
dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi.
Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal
dengan nama perang Riddah.
Dalam perang Ridda peperangan
terbesar adalah memerangi "Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal
dengan nama Musailamah al-Kazab (Musailamah si pembohong),
yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad. Pasukan
Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan
Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang
dibebaskan oleh Hindun istri Abu Sufyan karena telah
berhasil membunuh Hamzah Singa Allah
dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk Islam serta
mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah
berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah
(Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah
(yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab)."
Ekspedisi Ke Utara
Setelah menstabilkan keadaan internal
dan secara penuh menguasai Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam
melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih sukses.
Qur’an
Abu Bakar juga berperan dalam
pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan
bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzab
dalam perang Riddah, banyak para penghafal Al Qur'an yang ikut tewas dalam
pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al
Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah
dikumpulkan lembaran-lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan
tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain
sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar.
setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian
disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad.
Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini
menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.
Kematian
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23
Agustus 634 di Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 61
tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di dekat Masjid
Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar