Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Mohammad Yamin
|
|
Menteri Penerangan ke-14
|
|
Presiden
|
|
Didahului oleh
|
|
Digantikan oleh
|
|
Presiden
|
|
Didahului oleh
|
|
Digantikan oleh
|
|
Presiden
|
|
Didahului oleh
|
|
Digantikan oleh
|
|
Informasi pribadi
|
|
Lahir
|
|
Meninggal
|
|
Kebangsaan
|
|
Agama
|
Mr. Prof. Mohammad Yamin,
S.H. (lahir
di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 – meninggal
di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun)
adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah
dihormati sebagaipahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu
perintis puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus
"pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan
Indonesia.[1][2]
Daftar isi
Mohammad Yamin dilahirkan di Talawi, Sawahlunto pada 24 Agustus 1903.
Ia merupakan putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang
masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima
istri, yang hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh.
Saudara-saudara Yamin antara lain : Muhammad Yaman, seorang
pendidik; Djamaluddin
Adinegoro,
seorang wartawan terkemuka; dan Ramana Usman, pelopor korps diplomatik
Indonesia. Selain itu sepupunya, Mohammad Amir, juga merupakan tokoh
pergerakankemerdekaan Indonesia.
Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya
di Hollandsch-Inlandsche School (HIS)Palembang, kemudian melanjutkannya
ke Algemeene Middelbare School (AMS)Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia
mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Namun setelah
tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda harus diurungnya
dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian menjalani kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum
di Jakarta, yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil memperoleh
gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada
tahun 1932.
Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang
penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami
perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera,
sebuah jurnal berbahasa
Belanda pada
tahun 1920. Karya-karya terawalnya
masih terikat kepada bentuk-bentukbahasa Melayu Klasik.
Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk
pertama kali sebagai penyair dengan puisinya,Tanah Air; yang dimaksud
tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatera. Tanah Air merupakan
himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.
Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah
Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting
dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk
menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal.
Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan
sejarah Jawa, muncul juga pada tahun
yang sama.
Dalam puisinya, Yamin banyak menggunakan
bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda. Walaupun Yamin melakukan
banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia masih lebih menepati
norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis
yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan puisi.
Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.
Karier politik Yamin dimulai ketika ia masih
menjadi mahasiswa di Jakarta. Ketika itu ia bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond[3] dan menyusun ikrah
Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II. Dalam ikrar tersebut, ia
menetapkan Bahasa
Indonesia,
yang berasal dari Bahasa Melayu, sebagai bahasa nasional
Indonesia. Melalui organisasi Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya Bahasa
Indonesia dijadikan sebagai alat persatuan. Kemudian setelah kemerdekaan,
Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta bahasa utama dalam kesusasteraan
Indonesia.
Pada tahun 1932, Yamin memperoleh gelar
sarjana hukum. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta hingga
tahun 1942. Di tahun yang sama, Yamin
tercatat sebagai anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, bersama Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia mendirikan Gerakan
Rakyat Indonesia (Gerindo). Tahun 1939, ia terpilih sebagai anggota Volksraad.
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), Yamin
bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah
organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia
terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin
banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke
dalam konstitusi negara.[4] Ia juga mengusulkan
agar wilayah Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah,Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda. Soekarno yang juga merupakan
anggota BPUPKI menyokong ide Yamin tersebut. Setelah kemerdekaan, Soekarno
menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama, dan
Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.
Setelah kemerdekaan, jabatan-jabatan yang
pernah dipangku Yamin antara lain anggota DPR sejak tahun
1950, Menteri Kehakiman(1951-1952), Menteri Pengajaran,
Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955), Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang
Nasional (1962),
dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962).
Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman,
Yamin membebaskan tahanan politik yang dipenjara tanpa proses pengadilan. Tanpa
grasi dan remisi, ia mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau
sosialis. Atas kebijakannya itu, ia dikritik oleh banyak anggota DPR. Namun
Yamin berani bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Kemudian disaat
menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong
pendirian univesitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
Diantara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera Barat.
Pada tahun 1937, Mohammad Yamin menikah
dengan Siti Sundari, putri seorang bangsawan dari Kadingalu, Demak, Jawa Tengah.[5]Mereka dikaruniai satu orang
putra, Dang
Rahadian Sinayangish Yamin. Pada tahun 1969, Dian melangsungkan
pernikahan dengan Gusti Raden Ayu Retno Satuti, putri
tertua dari Mangkunegoro VIII.[rujukan?]
Sampul Buku Muhammad Yamin
dan cita cita persatuan
·
Tanah Air (puisi), 1922
·
Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
·
Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (drama), 1932
·
Ken Arok dan Ken Dedes (drama), 1934
·
Sedjarah Peperangan Dipanegara, 1945
·
Tan Malaka, 1945
·
Gadjah Mada (novel), 1948
·
Sapta Dharma, 1950
·
Revolusi Amerika, 1951
·
Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, 1951
·
Kebudayaan Asia-Afrika, 1955
·
Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi, 1956
·
6000 Tahun Sang Merah Putih, 1958
·
Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960, 3 jilid
·
Ketatanegaraan Madjapahit, 7 jilid
·
Bintang Mahaputra RI, tanda penghargaan tertinggi dari
Presiden RI atas jasa-jasanya pada nusa dan bangsa
·
Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta
lambang Gajah Mada dan Panca Darma Corps
·
Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya
menciptakan Petaka Komando Strategi Angkatan Darat